Kesehatan jiwa tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Di Indonesia, permasalahan kesehatan jiwa kerap kali berkaitan erat dengan stigma sosial dan kurangnya pemahaman hukum. Salah satu langkah maju negara ini dalam memperjuangkan hak Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah hadirnya Undang-Undang yang memberikan payung hukum bagi perlindungan dan layanan yang layak.
Dasar Hukum Perlindungan ODGJ di Indonesia
Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
UU No. 18 Tahun 2014 adalah pilar utama dalam regulasi layanan kesehatan jiwa di Indonesia. Undang-undang ini menegaskan bahwa setiap individu berhak mendapatkan layanan kesehatan jiwa tanpa diskriminasi. Dalam pasal-pasalnya, disebutkan pentingnya deteksi dini, rehabilitasi, serta reintegrasi sosial bagi ODGJ agar mereka bisa kembali produktif dan mandiri.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
UU ini memperluas cakupan perlindungan dengan mengakui ODGJ sebagai bagian dari kelompok penyandang disabilitas. Hal ini menjamin mereka mendapat akses terhadap pendidikan, pekerjaan, layanan publik, serta perlindungan dari perlakuan tidak manusiawi, termasuk pemasungan.
Instrumen Lain yang Relevan
Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial serta berbagai Peraturan Menteri Kesehatan memperkuat implementasi kebijakan kesehatan jiwa. Meski demikian, pelaksanaan di lapangan masih belum merata, terutama di wilayah terpencil.
Realita Implementasi Undang-Undang
Walaupun regulasi sudah ada, praktiknya masih menghadapi tantangan serius. Minimnya fasilitas kesehatan jiwa, terbatasnya tenaga profesional, dan ketidaktahuan masyarakat menjadi hambatan utama. Menurut data Riskesdas 2018 dari Kementerian Kesehatan, terdapat lebih dari 400 ribu orang dengan gangguan jiwa berat di Indonesia. Namun, hanya sebagian kecil yang memperoleh perawatan profesional sesuai standar.
Baca Juga : Mengapa Dukungan untuk ODGJ Sangat Penting?
Faktor Penyebab dan Tantangan Penanganan
Beberapa faktor yang memengaruhi kesehatan jiwa dan memperburuk kondisi ODGJ di antaranya:
- Stigma Sosial: ODGJ kerap dipandang sebagai beban masyarakat atau bahkan ancaman, bukan individu yang membutuhkan pertolongan.
- Minim Edukasi: Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan jiwa membuat banyak kasus tidak tertangani sejak dini.
- Akses Tidak Merata: Layanan kesehatan jiwa masih terpusat di kota besar, meninggalkan masyarakat pedesaan tanpa dukungan memadai.
Peran Masyarakat dalam Mendorong Implementasi Undang-Undang
Masyarakat memiliki peran penting dalam mendukung efektivitas undang-undang. Edukasi, empati, dan kesediaan untuk terlibat dalam komunitas dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih suportif bagi ODGJ. Pelaporan kasus pemasungan, advokasi kebijakan, serta dukungan terhadap program rehabilitasi adalah langkah-langkah nyata yang bisa dilakukan.
Langkah-Langkah Nyata yang Bisa Diambil:
- Sebarkan informasi yang benar tentang hak ODGJ.
- Dorong dialog terbuka mengenai kesehatan jiwa.
- Dukung lembaga rehabilitasi yang menjalankan misi kemanusiaan.
Gerasa House adalah salah satu contoh nyata lembaga yang berkomitmen terhadap rehabilitasi dan pemulihan ODGJ melalui pendekatan kemanusiaan. Dengan memberikan konseling, pelatihan, dan lingkungan yang mendukung, Gerasa House membantu para ODGJ untuk kembali berdaya. Anda bisa turut berkontribusi melalui donasi ataupun kunjungan langsung sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama.
Sumber :
- http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_18.pdf
- http://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40985/uu-no-8-tahun-2016
- http://www.kemenkes.go.id/article/view/19072600001
- http://www.who.int/publications/i/item/9789240036703
- http://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2853/dukung-pemenuhan-hak-penyandang-disabilitas-mental
- http://www.gerasahouse.or.id/program-dukungan.html
- http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=204